Pupuk organik
Pupuk organik
adalah pupuk yang
tersusun dari materi
makhluk hidup,
seperti pelapukan
sisa -sisa tanaman,
hewan, dan manusia.
[1] Pupuk organik
dapat berbentuk
padat atau cair yang
digunakan untuk
memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan
biologi tanah.[2]
Pupuk organik
mengandung banyak
bahan organik
daripada kadar
haranya.[2] Sumber
bahan organik dapat
berupa kompos,
pupuk hijau, pupuk
kandang, sisa panen
(jerami, brangkasan,
tongkol jagung,
bagas tebu, dan
sabut kelapa), limbah
ternak, limbah
industri yang
menggunakan bahan
pertanian, dan
limbah kota
(sampah).[2]
Sejarah
Sejarah penggunaan
pupuk pada
dasarnya merupakan
bagian daripada
sejarah pertanian.[3]
Penggunaan pupuk
diperkirakan sudah
dimulai sejak
permulaan manusia
mengenal bercocok
tanam, yaitu sekitar
5.000 tahun yang
lalu.[3] Bentuk
primitif dari
penggunaan pupuk
dalam memperbaiki
kesuburan tanah
dimulai dari
kebudayaan tua
manusia di daerah
aliran sungai-sungai
Nil, Euphrat, Indus,
Cina, dan Amerika
Latin.[3] Lahan-lahan
pertanian yang
terletak di sekitar
aliran-aliran sungai
tersebut sangat
subur karena
menerima endapan
lumpur yang kaya
hara melalui banjir
yang terjadi setiap
tahun.[3] Di
Indonesia, pupuk
organik sudah lama
dikenal para petani.
[3] Penduduk
Indonesia sudah
mengenal pupuk
organik sebelum
diterapkannya
revolusi hijau di
Indonesia.[3] Setelah
revolusi hijau,
kebanyakan petani
lebih suka
menggunakan pupuk
buatan karena
praktis
menggunakannya,
jumlahnya jauh lebih
sedikit dari pupuk
organik,
harganyapun relatif
murah, dan mudah
diperoleh.[3]
Kebanyakan petani
sudah sangat
tergantung pada
pupuk buatan,
sehingga dapat
berdampak negatif
terhadap
perkembangan
produksi pertanian.
[3] Tumbuhnya
kesadaran para
petani akan dampak
negatif penggunaan
pupuk buatan dan
sarana pertanian
modern lainnya
terhadap lingkungan
telah membuat
mereka beralih dari
pertanian
konvensional ke
pertanian organik.[3]
Jenis
Pupuk kandang
Pupuk kandang
Pupuk kandang
adalah pupuk yang
berasal dari kotoran
hewan. Hewan yang
kotorannya sering
digunakan untuk
pupuk kandang
adalah hewan yang
bisa dipelihara oleh
masyarakat, seperti
kotoran kambing,
sapi, domba, dan
ayam.[4]. Selain
berbentuk padat,
pupuk kandang juga
bisa berupa cair yang
berasal dari air
kencing ( urine)
hewan.[4] Pupuk
kandang
mengandung unsur
hara makro dan
mikro.[4] Pupuk
kandang padat
(makro) banyak
mengandung unsur
fosfor, nitrogen, dan
kalium.[4] Unsur hara
mikro yang
terkandung dalam
pupuk kandang di
antaranya kalsium,
magnesium,
belerang, natrium,
besi, tembaga, dan
molibdenum.[4]
Kandungan nitrogen
dalam urine hewan
ternak tiga kali lebih
besar dibandingkan
dengan kandungan
nitrogen dalam
kotoran padat.[4]
Pupuk kandang
terdiri dari dua
bagian, yaitu:[4]
1. Pupuk dingin
adalah pupuk
yang berasal
dari kotoran
hewan yang
diuraikan
secara
perlahan oleh
mikroorganim
e sehingga
tidak
menimbulkan
panas,
contohnya
pupuk yang
berasal dari
kotoran sapi,
kerbau, dan
babi.[4]
2. Pupuk panas
adalah pupuk
yang berasal
dari kotoran
hewan yang
diuraikan
mikroorganis
me secara
cepat
sehingga
menimbulkan
panas,
contohnya
pupuk yang
berasal dari
kotoran
kambing,
kuda, dan
ayam.[4]
Pupuk
kandang
bermanfaat
untuk
menyediakan
unsur hara
makro dan
mikro dan
mempunyai
daya ikat ion
yang tinggi
sehingga akan
mengefektifk
an bahan -
bahan
anorganik di
dalam tanah,
termasuk
pupuk
anorganik.[4]
Selain itu,
pupuk
kandang bisa
memperbaiki
struktur
tanah,
sehingga
pertumbuhan
tanaman bia
optomal.[4]
Pupuk
kandang yang
telah siap
diaplikasikan
memiliki ciri
dingin, remah,
wujud aslinya
tidak tampak,
dan baunya
telah
berkurang.[4]
Jika belum
memiliki ciri-
ciri tersebut,
pupuk
kandang
belum siap
digunakan.[4]
Penggunaan
pupuk yang
belum matang
akan
menghambat
pertumbuhan
tanaman,
bahkan bisa
mematikan
tanaman.[4]
Penggunaan
pupuk
kandang yang
baik adalah
dengan cara
dibenamkan,
sehingga
penguapan
unsur hara
akibat prose
kimia dalam
tanah dapat
dikurangi.[4]
Penggunaan
pupuk
kandang yang
berbentuk
cair paling
bauk
dilakukan
setelah
tanaman
tumbuh,
sehingga
unsur hara
yang terdapat
dalam pupuk
kandang cair
ini akan cepat
diserap oleh
tanaman.[4]
Pupuk hijau
Pupuk hijau adalah
pupuk organik yang
berasal dari tanaman
atau berupa sisa
panen. Bahan
tanaman ini dapat
dibenamkan pada
waktu masih hijau
atau setelah
dikomposkan.[4]
Sumber pupuk hijau
dapat berupa sisa-
sisa tanaman (sisa
panen) atau
tanaman yang
ditanam secara
khusus sebagai
penghasil pupuk
hijau, seperti sisa–
sisa tanaman,
kacang-kacangan,
dan tanaman paku
air (Azolla).[4] Jenis
tanaman yang
dijadikan sumber
pupuk hijau
diutamakan dari
jenis legume, karena
tanaman ini
mengandung hara
yang relatif tinggi,
terutama nitrogen
dibandingkan dengan
jenis tanaman
lainnya.[4] Tanaman
legume juga relatif
mudah
terdekomposisi
sehingga penyediaan
haranya menjadi
lebih cepat.[4] Pupuk
hijau bermanfaat
untuk meningkatkan
kandungan bahan
organik dan unsur
hara di dalam tanah,
sehingga terjadi
perbaikan sifat
fisika, kimia, dan
biologi tanah, yang
selanjutnya
berdampak pada
peningkatan
produktivitas tanah
dan ketahanan tanah
terhadap erosi.[4]
Pupuk hijau
digunakan dalam:[4]
1. Penggunaan
tanaman
pagar, yaitu
dengan
mengembang
kan sistem
pertanaman
lorong,
dimana
tanaman
pupuk hijau
ditanam
sebagai
tanaman
pagar
berseling
dengan
tanaman
utama.[4]
2. Penggunaan
tanaman
penutup
tanah, yaitu
dengan
mengembang
kan tanaman
yang ditanam
sendiri, pada
saat tanah
tidak ditanami
tanaman
utama atau
tanaman yang
ditanam
bersamaan
dengan
tanaman
pokok bila
tanaman
pokok berupa
tanaman
tahunan.[4]
Kompos
Kompos
Kompos merupakan
sisa bahan organik
yang berasal dari
tanaman, hewan,
dan limbah organik
yang telah
mengalami proses
dekomposisi atau
fermentasi.[5] Jenis
tanaman yang sering
digunakan untuk
kompos di antaranya
jerami, sekam padi,
tanaman pisang,
gulma, sayuran yang
busuk, sisa tanaman
jagung, dan sabut
kelapa.[5] Bahan dari
ternak yang sering
digunakan untuk
kompos di antaranya
kotoran ternak,
urine, pakan ternak
yang terbuang, dan
cairan biogas.[5]
Tanaman air yang
sering digunakan
untuk kompos di
antaranya ganggang
biru, gulma air, eceng
gondok, dan azola.[5]
Beberapa kegunaan
kompos adalah:[5]
1. Memperbaiki
struktur
tanah.[5]
2. Memperkuat
daya ikat
agregat (zat
hara) tanah
berpasir.[5]
3. Meningkatkan
daya tahan
dan daya
serap air.[5]
4. Memperbaiki
drainase dan
pori - pori
dalam tanah.
[5]
5. Menambah
dan
mengaktifkan
unsur hara.[5]
Kompos digunakan
dengan cara
menyebarkannya di
sekeliling tanaman.
[5] Kompos yang
layak digunakan
adalah yang sudah
matang, ditandai
dengan menurunnya
temperatur kompos
(di bawah 400 c).[5]
Humus
Humus
Humus adalah
material organik
yang berasal dari
degradasi ataupun
pelapukan daun-
daunan dan ranting-
ranting tanaman
yang membusuk
(mengalami
dekomposisi) yang
akhirnya merubah
humus menjadi
( bunga tanah), dan
kemudian menjadi
tanah.[6] Bahan baku
untuk humus adalah
dari daun ataupun
ranting pohon yang
berjatuhan, limbah
pertanian dan
peternakan, industri
makanan, agro
industri, kulit kayu,
serbuk gergaji (abu
kayu), kepingan
kayu, endapan
kotoran, sampah
rumah tangga, dan
limbah-limbah padat
perkotaan.[6] Humus
merupakan sumber
makanan bagi
tanaman, serta
berperan baik bagi
pembentukan dan
menjaga struktur
tanah.[6] Senyawa
humus juga berperan
dalam pengikatan
bahan kimia toksik
dalam tanah dan air.
[6] Selain itu, humus
dapat meningkatkan
kapasitas kandungan
air tanah, membantu
dalam menahan
pupuk anorganik
larut-air, mencegah
penggerusan tanah,
menaikan aerasi
tanah, dan juga
dapat menaikkan
fotokimia
dekomposisi
pestisida atau
senyawa-senyawa
organik toksik.[6]
Kandungan utama
dari kompos adalah
humus.[6] Humus
merupakan penentu
akhir dari kualitas
kesuburan tanah,
jadi penggunaan
humus sama halnya
dengan penggunaan
kompos.[6]
Pupuk organik
buatan
Pupuk organik
buatan adalah pupuk
organik yang
diproduksi di pabrik
dengan
menggunakan
peralatan yang
modern.[7] Beberapa
manfaat pupuk
organik buatan,
yaitu:[7]
1. Meningkatkan
kandungan
unsur hara
yang
dibutuhkan
tanaman.[7]
2. Meningkatkan
produktivitas
tanaman.[7]
3. Merangsang
pertumbuhan
akar, batang,
dan daun.[7]
4. Menggemburk
an dan
menyuburkan
tanah.[7]
Pada umumnya,
pupuk organik
buatan digunakan
dengan cara
menyebarkannya di
sekeliling tanaman,
sehingga terjadi
peningkatan
kandungan unsur
hara secara efektif
dan efisien bagi
tanaman yang diberi
pupuk organik
tersebut.[7]
Manfaat
Berbagai hasil
penelitian
mengindikasikan
bahwa sebagian
besar lahan
pertanian intensif
menurun
produktivitasnya
dan telah mengalami
degradasi lahan,
terutama terkait
dengan sangat
rendahnya
kandungan karbon
organik dalam tanah,
yaitu 2%.[8] Padahal
untuk memperoleh
produktivitas
optimal dibutuhkan
karbon organik
sekitar 2,5%.[8]
Pupuk organik
sangat bermanfaat
bagi peningkatan
produksi pertanian
baik kualitas maupun
kuantitas,
mengurangi
pencemaran
lingkungan
, dan meningkatkan
kualitas lahan secara
berkelanjutan.[8]
Penggunaan pupuk
organik dalam
jangka panjang
dapat meningkatkan
produktivitas lahan
dan dapat mencegah
degradasi lahan.[8]
Sumber bahan untuk
pupuk organik
sangat
beranekaragam,
dengan karakteristik
fisik dan kandungan
kimia yang sangat
beragam sehingga
pengaruh dari
penggunaan pupuk
organik terhadap
lahan dan tanaman
dapat bervariasi.[8]
Selain itu,
peranannya cukup
besar terhadap
perbaikan sifat
fisika, kimia biologi
tanah serta
lingkungan.[8] Pupuk
organik yang
ditambahkan ke
dalam tanah akan
mengalami beberapa
kali fase
perombakan oleh
mikroorganisme
tanah untuk menjadi
humus.[8] Bahan
organik juga
berperan sebagai
sumber energi dan
makanan mikroba
tanah sehingga
dapat meningkatkan
aktivitas mikroba
tersebut dalam
penyediaan hara
tanaman.[8]
Penambahan bahan
organik di samping
sebagai sumber hara
bagi tanaman, juga
sebagai sumber
energi dan hara bagi
mikroba.[8] Bahan
dasar pupuk organik
yang berasal dari
sisa tanaman sedikit
mengandung bahan
berbahaya.[8]
Penggunaan pupuk
kandang, limbah
industri dan limbah
kota sebagai bahan
dasar kompos
berbahaya karena
banyak mengandung
logam berat dan
asam-asam organik
yang dapat
mencemari
lingkungan.[8]
Selama proses
pengomposan,
beberapa bahan
berbahaya ini akan
terkonsentrasi
dalam produk akhir
pupuk.[8] Untuk itu
diperlukan seleksi
bahan dasar kompos
yang mengandung
bahan-bahan
berbahaya dan
beracun (B3).[8]
Pupuk organik dapat
berperan sebagai
pengikat butiran
primer menjadi butir
sekunder tanah
dalam pembentukan
pupuk.[8] Keadaan ini
mempengaruhi
penyimpanan,
penyediaan air,
aerasi tanah, dan
suhu tanah.[8] Bahan
organik dengan
karbon dan nitrogen
yang banyak, seperti
jerami atau sekam
lebih besar
pengaruhnya pada
perbaikan sifat-sifat
fisik tanah dibanding
dengan bahan
organik yang
terdekomposisi
seperti kompos.[8]
Pupuk organik
memiliki fungsi kimia
yang penting seperti:
[8]
1. Penyediaan
hara makro
( nitrogen,
fosfor, kalium,
kalsium,
magnesium,
dan sulfur)
dan mikro
seperti zink,
tembaga,
kobalt,
barium,
mangan, dan
besi,
meskipun
jumlahnya
relatif sedikit.
[8]
2. Meningkatkan
kapasitas
tukar kation
(KTK) tanah.
[8]
3. Membentuk
senyawa
kompleks
dengan ion
logam yang
meracuni
tanaman
seperti
aluminium,
besi, dan
mangan.[8]
Pelestarian
lingkungan
Tanaman penutup
tanah (cover crop)
dapat digunakan
sebagai pupuk
organik.
Penggunaan pupuk
organik saja, tidak
dapat meningkatkan
produktivitas
tanaman dan
ketahanan pangan.
[9] Oleh karena itu
sistem pengelolaan
hara terpadu yang
memadukan
pemberian pupuk
organik dan pupuk
anorganik perlu
digalakkan.[9]
Sistem pertanian
yang disebut sebagai
LEISA (Low External
Input and
Sustainable
Agriculture)
menggunakan
kombinasi pupuk
organik dan
anorganik yang
berlandaskan konsep
good agricultural
practices perlu
dilakukan agar
degredasi lahan
dapat dikurangi
dalam rangka
memelihara
kelestarian
lingkungan.[9]
Pemanfaatan pupuk
organik dan pupuk
anorganik untuk
meningkatkan
produktivitas lahan
dan produksi
pertanian perlu
dipromosikan dan
digalakkan.[9]
Program-program
pengembangan
pertanian yang
mengintegrasikan
ternak dan tanaman
(crop-livestock)
serta penggunaan
tanaman legum baik
berupa tanaman
lorong (alley
cropping) maupun
tanaman penutup
tanah (cover crop)
sebagai pupuk hijau
maupun kompos
perlu diintensifkan.
[9]
Referensi
1. ^ Sutanto,
Rachman.
(2002).
Pertanian
organik:
Menuju
Pertanian
Alternatif dan
Berkelanjutan
. Jakarta:
Kanisius. ISBN
979-21-0187-
X
,97897921018
74
2. ^ a b c
Suriadikarta,
Didi Ardi.,
Simanungkalit
, R.D.M. (2006)
.Pupuk
Organik dan
Pupuk Hayati.
Jawa
Barat:Balai
Besar
Penelitian dan
Pengembanga
n Sumberdaya
Lahan
Pertanian. Hal
2. ISBN
978-979-9474
-57-5
.
3. ^ a b c d e f g
h i (en)
Honcamp, F.
1931.
Historisches
über die
Entwicklung
der
Pflanzenernäh
rungslehre,
Düngung und
Düngemittel.
In F. Honcamp
(Ed.).
Handbuch der
Pflanzenernäh
rung und
Düngelehre,
Bd. I und II.
Springer,
Berlin.
4. ^ a b c d e f g
h i j k l m n o p
q r s t u v w x
Parnata,
Ayub.S. (2004)
. Pupuk
Organik Cair.
Jakarta:PT
Agromedia
Pustaka. Hal
15-18.
5. ^ a b c d e f g
h i j k l Djuarni,
Nan.Ir, M.Sc.,
Kristian.,
Setiawan,Budi
Susilo.(2006).
Cara Cepat
Membuat
Kompos.
Jakarta:
AgroMedia.Hal
36-38.
6. ^ a b c d e f g
(en) FNCA
Biofertilizer
Project Group.
2006.
Biofertilizer
Manual.
Forum for
Nuclear
Cooperation in
Asia (FNCA).
Japan Atomic
Industrial
Forum, Tokyo.
7. ^ a b c d e f g
(en) Subba
Rao, N.S. 1982.
Biofertilizer in
Agriculture.
Oxford and IBH
Publishing Co.,
New Delhi.
8. ^ a b c d e f g
h i j k l m n o p
q r s t (en)
Kloepper, J.W.
1993. Plant
growth-
promoting
rhizobacteria
as biological
control
agents. p.
255-274. In
F.Blaine
Metting, Jr.
(Ed.). Soil
Microbiology
Ecology,
Applications in
Agricultural
and
Environmenta
l
Management.
Marcel
Dekker, Inc.,
New York.
9. ^ a b c d e (en)
Cattelan, A.J.,
P.G. Hartel,
and J.J.
Fuhrmann.
1999.
Screening for
plant growth-
promoting
rhizobacteria
to promote
early soybean
growth. Soil
Sci.Soc.Am.J.
63:
1.670-1.680.